Selasa, 18 Maret 2014

WAWASAN NASIONAL, PAHAM KEKUASAAN dan TEORI GEOPOLITIK

A.    Pengertian Wawasan Nasional
            Istilah wawasan berasal dari kata ‘wawas’ yang berarti pandangan, tinjauan, atau penglihatan inderawi. Akar kata ini membentuk kata ‘mawas’ yang berarti memandang, meninjau, atau melihat. Sedangkan ‘wawasan’ berarti cara pandang, cara tijau, atau cara melihat.   
Dengan demikian, Wawasan Nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Karena itu, wawasan harus mampu memberi inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan yang ditimbulkan oleh lingkungan strategis dan dalam mengejar  kejayaanya. Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan, suatu bangsa perlu memperhatikan tiga factor utama:
1.      Bumi atau ruang dimana bangsa itu hidup.
2.      Jiwa, tekad, dan semangat manusianya atau rakyatnya.
3.      Lingkungan sekitarnya.

B.      Paham Kekuasaan
            Wawasan Nasional suatu bangsa dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya. Beberapa teori tentang paham kekuasaan:
a.       Paham Machiavelli(Abad XVII)
Menurut Machiavelli, sebuah negara akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil berikut:
·         Pertama, segala cara dihalalkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan;
·         Kedua, untuk menjaga rezim, adu domba (“divide et impera”) adalah sah;
·         Ketiga, dalam dunia politik (yang disamakan dengan kehidupan binatang buas), yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.
b.      Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (Abad XVIII)
Kasiar Napoleon merupakan tokoh revolusioner di bidang cara pandang, selain penganut yang baik dari Machiavelli. Napoleon berpendapat bahwa perang dimasa depan akan merupakan perang total yang mengerahkan segala upaya dan kekuatan nasional. Dia berpendapat bahwa kekuasaan politik harus didampingi oleh kekuatan logistik dan ekonomi sosial. Kekuatan ini juga perlu di dukung oleh kondisi sosial budaya berupa ilmu pengetahuan dan teknologi demi terbentuknya kekuatan yang kuat untuk menduduki dan menjajah negara lain.
c.       Paham Jenderal Clausewitz (Abad XVIII)
Dalam buku Jenderal Clausewitz yang berjudul Vom Kriege (tentara perang). Menurutnya  perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Baginya, peperangan adalah sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa. Pemikiran inilah yang membenarkan Rusia berekspansi sehingga menimbulkan Perang Dunia I dengan kekalahan di pihak Rusia atau Kekaisaran Jerman.
d.      Paham Feuerbach dan Hegel
Paham materialisme Feuerbach dan teori sintesis Hegel menimbukan dua aliran besar Barat yang berkembang di dunia, yaitu kapitalisme disatu pihak dan komunisme di pihak lain.
Pada abad XVII paham perdagangan bebas yang merupakan nenek moyang liberalisme sedang marak. Saat itu orang-orang berpendapat bahwa ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa besar surplus ekonominya, terutama diukur dengan emas. Paham ini memicu nafsu kolonialisme negara Eropa Barat dalam mencari emas ketempat lain.
e.       Paham Lenin (abad XIX)
Lenin telah memodifikasi paham Clausewitz. Menurutnya perang adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Bagi Leninisme/komunisme, perang atau pertumpahan darah atau revolusi di seluruh dunia adalah sah dalam rangka mengkomuniskan seluruh bangsa didunia.
f.       Paham Lucian W. Pye dan Sidney
Dalam buku Political Culture and Political Development (Princeton University Press, 1972), mereka mengatakan: “The political culture of society consist of the system of empirical believe expressive symbol and values which devidens the situation in political action take place, it provides the subjective orientation to politics… The political culture of society is highly significant aspec of the political system”.
Para ahli tersebut menjelaskan adanya unsur-unsur subyektif dan psikologis dalam tatanan dinamika kehidupan politik suatu bangsa. Kemantapan suatu sistem politik dapat dicapai apabila sistem tersebut berakar pada kebudayaan politik bangsa yang bersangkutan.

C.     Teori Geopolitik
Geopolitik berasal dari kata “geo” atau bumi dan politik yang berarti kekuatan yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan dasar dalam menentukan alternative kebijaksanaaan nasional untuk mewujudkan tujuan nasional. Istilah Geopolitik semula diartikan oleh Frederich Ratzel (1844-1904) sebagai ilmu bumi politik (political geography). Istilah ini kemudian di kembangkan dan diperluas oleh sarjana ilmu politik Swedia, Rudolf Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer (1869-1964) dari Jerman menjadi Geographical Politic dan disingkat Geopolitik.
Beberapa pendapat dari pakar-pakar Geopolitik anatara lain sebagai berikut:
a.       Pandangan Ratzel dan Kjellen
Frederich Ratzel pada akhir ke-19 mengembangkan kajian geografi politik dengan dasar pandangan bahwa negara adalah mirip organisme (makhluk hidup). Dia memandang dari sudut konsep ruang. Negara adalah ruang yang ditempati oleh kelompok masyarakat politik (bangsa). Bangsa dan negara terikat oleh hokum alam . jika bangsa dan negara ingin tetap eksis dan berkembang maka harus diberlakukan hokum ekspansi (pemekaran wilayah).
Sedangkan, Rudolf Kjellen berpendapat bahwa negara adalah organisme yang harus memiliki intlektual. Negara merupakan sistem politik yang mencakup geopolitik, ekonomi politik, kratopolitik, dan sosiopolitik. Kjellen juga mengajukan paham ekspansionisme dalam rangka untuk mempertahankan negara dan mengembangkannya. Selanjutnya dia mengajukan langkah strategis untuk memperkuat negara dengan memulai pembangunan kekuatan daratan (continental) dan diikuti dengan pembangunan kekuasaan bahari (maritim).
b.      Pandangan Haushofer
Pemikiran Haushofer disamping berisi paham ekspansionisme juga mengandung ajaran rasialisme, yang menyatakan bahwa ras Jerman adalah ras paling unggul yang harus dapat menguasai dunia. Pokok-pokok pemikiran Haushofer adalah sebagai berikut:
a.)    Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak lepas dari hukum alam. Hanya bangsa yang unggul (berkualitas) saja yang dapat bertahan hidup untuk dan terus berkembang, sehingga hal ini menjurus ke arah rasialisme.
b.)    Kekuasaan Imperium Daratan yang kompak akan dapat megejar kekuasaan Imperium maritim untuk menguasai pengawaasan di lautan.
c.)    Beberpa negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika, dan Asia Barat (yakni Jerman dan Italia). Sementara Jepang akan menguasai wilayah Asia Timur Raya.
d.)   Geopolitik dirumuskan sebagai perbatasan. Ruang hidup bangsa dengan kekuasaan ekonomi dan sosisal yang rasial mengharuskan pembagian baru kekayaan alam dunia. Geopolitik adalah landasan ilmiah bagi tindakan politik untuk memperjuangkan kelangsungan hidup dan mendapatkan ruang hidupnya. Berdasarkan teori yang bersifat ekspasionisme, wilayah dunia dibagi-bagi menjadi region-region yang dikuasai oleh bangsa-bangsa yang unggul seperti Amerika Serikat, Jerman, Rusia, Inggris, dan Jepang.
Sumber :
Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005

H. Kaelan, M. S dan H Achmad Zubaidi, MSi., Dosen Universitas Gajah Mada, Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit Paradigma, Yogyakarta, 2012

Senin, 10 Maret 2014

PEMAHAMAN TENTANG HAM

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1
Dalam kaitannya dengan itu, maka HAM yang kita kenal sekarang adalah sesuatu yang sangat berbeda dengan yang hak-hak yang sebelumnya termuat, misal, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika atau Deklarasi Perancis. HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya, negara-negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya, termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang dimiliki warga negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai manusia.
Alasan di atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karenannya bukan sesuatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestik. Malahan, peran komunitas internasional sangat pokok dalam perlindungan HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri yang merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang sangat rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana telah sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM meliputi :
  1. Kejahatan genosida;
  2. Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
  1. Membunuh anggota kelompok;
  2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
  3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
  4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
  5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
  1. pembunuhan;
  2. pemusnahan;
  3. perbudakan;
  4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
  5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
  6. penyiksaan;
  7. perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
  8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
  9. penghilangan orang secara paksa; atau
  10. kejahatan apartheid.
(Penjelasan Pasal 7, 8, 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseoarang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Penjelasan Pasal 1 angka 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)
Penghilangan orang secara paksa adalah tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seseorang tidak diketahui keberadaan dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)


Sumber : 
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia
  • http://gurupkn.wordpress.com/2008/02/22/pengertian-pengertian-hak-asasi-manusia 


Rabu, 05 Maret 2014

PEMAHAMAN TENTANG DEMOKRASI INDONESIA

Demokrasi dapat dipandang sebagai suatu mekanisme dan cita-cita hidup berkelompok yang didalam UUD 1945 disebut kerakyatan. Demokrasi dapat dikatakan pola hidup berkelompok di dalam organisasi negara, sesuai denagn keinginan orang-orang yang hidup berkelompok tersebut. Keinginan orang-orang (demos) yang berkelompok tersebut di tentukan oleh pandangan hidup bangsa (weltanshauung), falsafah hidup bangsa (filsofofiche grondslag), dan ideologi bangsa yang bersangkutan.
Demokrasi Indonesia adalah pemerintah rakyat yang berdasarkan nilai-nilai falsafah Pancasila atau pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat berdasarkan sila-sila Pancasila dan ini berarti:
1)      Demokrasi atau pemerintah rakyat yang digunakan oleh pemerintah Indonesia adalah system pemerintah rakyat yang dijiwai dan dituntun oleh nilai-nilai pandangan hidup bangsa Indonesia (Pancasila).
2)      Demokrasi Indonesia pada dasarnya adalah transformai nilai-nilai falsafah Pancasila menjadi suatu bentuk dan system pemerintahan khas Pancasila.
3)      Demokrasi Indonesia yang dituntun oleh nilai-nilai Pancasila adalah konsekuensi dari komitmen pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan kosekuen di bidang pemerintahan atau politik.
4)      Pelaksanaan Demokarsi Indonesia dengan baik mensyaratkan pemahaman dan penghayatan nilai-nilai falsafah Pancasila.
5)      Pelaksanaan Demokarasi Indonesia dengan benar adalah pengamalan Pancsasila melalui politik pemerintahan.
Kita dapat membedakan Demokrasi Indonesia dengan jenis demokrasi lainnya, terutama mengenai sikap dan perilaku pemerintah pada semua jenjang pemerintahan.
Berdasarkan pengertian tentang Demokrasi Indonesia bahwa Demokrasi Indonesia adalah penting dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sementara itu, belum ada kesatuan para ahli mengenai rumusan pengertian atau definisi Demokrasi Indonesia yang definitif.
Menurut Prof. Dr. Hazairin, SH:
“Demokrasi Pancasila, istilah yang digunakan oleh MPRS 1968, pada dasarnya adalah demokrasi sebagaimana telah diparktekan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu kala masih dijumpai sekarang ini dalam kehidupan masyarakat hokum adat, seperti Desa, Kerja, Marga, Nagari, dan Manua… yang telah di tingkatkan ke taraf urusan negara dimana kini disebut Demokrasi Pancasila.”(Hazairin, 1981: 35.)
Dalam rumusannya, Prof. Hazairin menggunakan istilah “ditingkatkan” yang berarti:
1.      Peningkatan status demokrasi adat menjadi Demokrasi Indonesia yang bertaraf nasional dengan jangkauan yang lebih luas, yaitu seluruh Indonesia.
2.      Peningkatan bobot materi demokrasi adat yang semula hanya mencakup aspek kedaerahan menjadi lebih luas, yaitu mencakup aspek kebangsaan, kemanusiaan, dan keagamaan.
Menurut Sri Soemantri:
“Demokrasi Indonesia adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang mengandung semangat ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan keadilan sosial.”(Soemantri, 1969: 7)
Rumusan ini dapat di pandang sebagai rumusan pengertian Demokrasi Indonesia yang sangat lengkap meskipun sepintas lalu tampak sebagai rangkaian kelima sila Pancasila. Kunci pemahaman rumusan tersebut terletak pada kata “Kerakyatan” yang sama artinya dengan pengertian “Kedaulatan” atau “Kekuasaan tertinggi ditangan rakyat”. Dengan demikian rumusan Demokrasi Indonesia dari Sri Soemantri, SH bertalian secara fungsional dan material dengan pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Menurut Pamudji:
“Jadi dengan demikian Demokrasi Indonesia dapat  dirumuskan secara agak lengkap dan menyeluruh sebagai berikut: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berketuhanan yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpesatuan Indonesia, dan yang berkeadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.”(Pamudji, 1979: 11)

Sumber:

Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit Gramedia Utama,JAKARTA,2005